
Premanisme Ormas Ganggu Pabrik Mobil Listrik, Investasi di Indonesia Terancam?
Headnews.id – Fenomena premanisme masih menjadi bayang-bayang menakutkan di Indonesia. Bukan hanya kehidupan sosial masyarakat yang terdampak, dunia bisnis dan investasi pun ikut terguncang oleh ulah para preman.
Kasus terbaru mencuat dari Subang, Jawa Barat, di mana pabrik mobil listrik raksasa asal China, BYD, hingga perusahaan Vietnam, Vinfast, tak luput dari gangguan organisasi kemasyarakatan (ormas).
Kabar ini pertama kali diungkapkan Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno. Meski tak menyebutkan nama ormas yang terlibat, Eddy menegaskan bahwa aksi premanisme itu nyata terjadi. Tak lama, Ketua Periklindo, Moeldoko, menambahkan bahwa Vinfast juga mengalami gangguan serupa berdasarkan laporan yang ia terima langsung dari lapangan.
Namun, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi buru-buru meredam kekhawatiran. Ia menegaskan bahwa insiden tersebut merupakan cerita lama, dan saat ini, kondisi investasi di wilayahnya sudah jauh lebih kondusif.
“Coba cek ke pabrik BYD sekarang, situasinya sudah sangat aman,” tegas Dedi saat ditemui di Bandung, Rabu (23/4).
“Kasat Serse di Subang luar biasa sekarang. Enggak ada lagi premanisme di sana. Bahkan yang dulu jualan Aqua pun sudah hampir tidak ada. Jadi, jangan khawatir, itu hanya cerita masa lalu,” tambahnya.
Sayangnya, kasus Subang ini bukanlah kejadian tunggal. Keluhan soal ormas yang meminta ‘jatah’ dari proyek pembangunan pabrik di kawasan industri juga pernah disuarakan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar. Ia bahkan sudah melaporkan fenomena ini langsung ke Presiden Prabowo Subianto.
Meski begitu, hingga kini, belum terlihat langkah tegas negara untuk benar-benar memberantas premanisme berbaju ormas yang menggerogoti iklim investasi.
Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, merebaknya ormas-ormas ini berakar dari sulitnya penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Banyak orang yang akhirnya beralih ke sektor informal, bahkan sebagian terseret dalam aktivitas ormas.
“Fungsi-fungsi informal seperti mobilisasi massa, pengamanan lahan, hingga perlindungan politik menjadi peluang besar, sehingga membuat ormas semakin menjamur,” ungkap Andry.
Yang lebih miris, lanjut Andry, adalah keterlibatan sejumlah pejabat publik dalam struktur organisasi ormas tersebut. Kondisi ini membuka celah praktik penyalahgunaan kekuasaan untuk melegitimasi aktivitas ormas yang menyimpang.